BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Alur pendidikan kini mengalami kemajuan begitu cepat. Banyak
penemuan berhasil mengatasi satu persatu masalah yang melanda negeri ini. Semua
ini tidak lepas dari upaya para pemikir untuk menghasilkan suatu penemuan yang cemerlang.
Mulai dari suatu ide, yang kemudian memunculkan suatu hipotesa, diuji melalui
percobaan/penelitian, dihasilkan suatu keterangan, hingga akhirnya dapat
ditarik suatu kesimpulan. Seluruh langkah tersebut disusun sedemikian rupa
hingga menjadi suatu karya tulis ilmiah. Namun dalam hal ini, masih sering kita
jumpai kesalahan pada ejaan karya tulis ilmiah.
Menilik dari masalah tersebut, akan lebih baik jika kita
meminimalisirnya dengan cara mengenal serta lebih memahami tentang ejaan bahasa
Indonesia, mulai dari sejarah hingga kesalahan yang sering muncul dalam ejaan
karya tulis ilmiah. Dengan demikian, kita bisa mengetahui bagaimana menggunakan
ejaan yang benar, sehingga kita dapat menyusun suatu karya tulis ilmiah yang
baik serta benar sesuai kaidah ejaan yang telah ada.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah tentang Ejaan Bahasa Indonesia ?
2. Apa saja kesalahan penulisan ejaan dalam karya tulis ilmiah ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah tentang Ejaan Bahasa Indonesia
2. Untuk mengetahui kesalahan penulisian ejaan dalam karya tulis ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
Ejaan.
Menurut KBBI (1990:219), ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda-tanda baca. Sedangkan menurut Badudu (1981:31), ejaan adalah perlambangan fonem dengan huruf. Menurut Arifin (2002: 170), ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu, pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa. Sementara itu menurut Kusno (1986: 61), ejaan adalah aliran menuliskan bunyi ucapan dalam bahasa dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat diuraikan bahwa pada hakikatnya ejaan itu berkaitan dengan lafal, pengucapan lambang-lambang dan penggunaan tanda baca. Ejaan tidak terlepas dari kaidah maupun peraturan yang menuntut serta mengharuskan penetapan ejaan yang baik dan layak untuk masyarakat. Memang tidak mudah untuk menguasai ejaan itu, tetapi sepatutnya masyarakat bangsa ini mau belajar dengan giat, supaya mampu menguasai ejaan itu dengan baik dan benar.
Ejaan dalam bahasa Indonesia saat ini dikenal dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), sebagai bangsa Indonesia harus mengerti dan mampu menguasainya, agar tidak menemukan kesulitan dikemudian hari. Ejaan bahasa Indonesia terdapat berbagai macam ejaan yang mengatur setiap kata maupun kalimat. Aturan tersebut mulai dari mulai tanda titik, tanda koma, huruf kapital, huruf miring, titik dua, tanda titik koma, dan kebakuan kalimat (termasuk kata) semua ada peraturannya serta kaidah-kaidahnya yang tertuang dalam ejaan itu, sehingga tidak sembarangan menggunakannya.
Memang ejaan tidak dapat dipisahkan dari penggunaan bahasa dalam masyarakat. Ejaan juga perlu dibuat ketentuan dan peraturan yang baku, sehingga dapat dibuat pegangan serta panduan bagi masyarakat.
Menurut KBBI (1990:219), ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda-tanda baca. Sedangkan menurut Badudu (1981:31), ejaan adalah perlambangan fonem dengan huruf. Menurut Arifin (2002: 170), ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu, pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa. Sementara itu menurut Kusno (1986: 61), ejaan adalah aliran menuliskan bunyi ucapan dalam bahasa dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat diuraikan bahwa pada hakikatnya ejaan itu berkaitan dengan lafal, pengucapan lambang-lambang dan penggunaan tanda baca. Ejaan tidak terlepas dari kaidah maupun peraturan yang menuntut serta mengharuskan penetapan ejaan yang baik dan layak untuk masyarakat. Memang tidak mudah untuk menguasai ejaan itu, tetapi sepatutnya masyarakat bangsa ini mau belajar dengan giat, supaya mampu menguasai ejaan itu dengan baik dan benar.
Ejaan dalam bahasa Indonesia saat ini dikenal dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), sebagai bangsa Indonesia harus mengerti dan mampu menguasainya, agar tidak menemukan kesulitan dikemudian hari. Ejaan bahasa Indonesia terdapat berbagai macam ejaan yang mengatur setiap kata maupun kalimat. Aturan tersebut mulai dari mulai tanda titik, tanda koma, huruf kapital, huruf miring, titik dua, tanda titik koma, dan kebakuan kalimat (termasuk kata) semua ada peraturannya serta kaidah-kaidahnya yang tertuang dalam ejaan itu, sehingga tidak sembarangan menggunakannya.
Memang ejaan tidak dapat dipisahkan dari penggunaan bahasa dalam masyarakat. Ejaan juga perlu dibuat ketentuan dan peraturan yang baku, sehingga dapat dibuat pegangan serta panduan bagi masyarakat.
2.2 Sejarah Singkat Bahasa
Indonesia
Menurut
Indradi (2008), ditinjau dari segi historisnya, perkembangan ejaan bahasa Indonesia digambarkan sebagai
berikut.
·
Ejaan van Ophuijsen
Sejak tahun 1901 sampai Maret 1947 di
Indonesia menganut Ejaan van Ophuijsen. Disebut demikian karena ejaan itu hasil
karya Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Tengku Nawawi. Ejaan itu dimuat
dalam Kitab Logat Melayu. Ejaan tersebut dinamakan juga Ejaan
Balai Pustaka.
·
Ejaan Republik
Pada tahun 1947 diadakan penyederhanaan
Ejaan van Ophuijsen. Usaha tersebut
mengahasilkan Ejaan Republik. Ejaan ini mulai berlaku sejak tanggal 19
Maret 1947. Karena pada waktu itu Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan RI adalah Mr. Soewandi. Ejaan ini merupakan perwujudan Kongres
Bahasa Indonesia I di Surakarta pada tahun 1938.
·
Ejaan Melindo
Pada tahun 1954 di Medan diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia II. Kongres ini membicarakan kembali masalah ejaan
Indonesia. Akhirnya, pada tahun 1959 berhasil merumuskan ejaan Melayu dan
Indonesia yang kemudian disebut Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Karena
adanya konfrontasi antara bangsa Indonesia dan Malaysia, maka ejaan tersebut
tidak jadi digunakan.
·
Ejaan yang Disempurnakan
Pada tanggal 17 Agustus 1972
diresmikanlah pemakaian ejaan baru bahasa Indonesia dengan Keputusan Presiden
No. 57 tahun 1957. Ejaan tersebut kemudian terkenal dengan nama Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan ini adalah hasil kerja panitia ejaan
bahasa Indonesia yang dibentuk pada tahun 1966. Hakikatnya ejaan ini basil
penyederhanaan dan penyempurnaan dari Ejaan Soewandi. Namun demikian, baru tahun
1975 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI meresmikan berlakunya Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan tersebut.
Dalam perjalanan waktu, aturan-aturan
yang terdapat dalam pedoman tersebut masih memiliki beberapa kelemahan. maka
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan tersebut direvisi dan
basil revisinya disahkan oleh Menteri Pendidikan Indonesia yang waktu itu
dijabat oleh Fuad Hasan pada tahun 1987 dengan SK Mendikbud Nomor : 0543a/U/487
tertanggal 9 September 1987. Dengan
demikian, buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang
terbit sebelum tahun 1987 tidak bisa digunakan lagi sebagai acuan (Indradi,
2008).
Perbedaan antara Ejaan van Ophuijsen
dengan Ejaan Soewandi antara lain tampak pada penggunaan huruf "oe"
yang tidak lagi digunakan pada Ejaan Soewandi. Misalnya,
"mendjoendjoeng" menjadi "mendjundjung",
"pedjoang" menjadi "pejuang", "doloe" menjadi
"dulu". Adapun perbedaan antara lain dengan penambahan penggunaan
tujuh huruf yang sebelumnya tidak digunakan dalam Ejaan Soewandi. Ketujuh huruf
tersebut adalah z, v, f, q, x, c, dan y.
Penggunaan
huruf q dan x hanya dibatasi pada keperluan ilmu dan nama. Jadi, dalam
pemakaian umum, yaitu dalam kata - kata umum dan istilah, kedua huruf tersebut
belum dapat digunakan. Dalam bidang matematika misalnya masih dibenarkan
menggunakan "garis pq sejajar dengan garis xy". Demikian juga masih
dibenarkaan menuliskan nama dengan : Baihaqi, Iqbal, atau Maqful. Akan tetapi,
untuk menuliskan aquarium, equator, dan quadrat harus diubah menjadi akuarium,
ekuator, dan kuadrat. Jadi, selain untuk penulisan bidang keilmuan dan nama,
huruf q berubah menjadi k.
Demikian
pula dengan penggunaan huruf x hanya dibenarkan untuk penulisan nama barang
atau untuk istilah keilmua. Misalnya Sinar-X, Xerox, atau x = 2,2 masih
dibenarkan, tetapi tidak pula pada extra, taxi, atau axioma yang harus diubah
menjadi ekstra, taksi, dan aksioma. Jadi, penggunaan huruf x di luar bidang
keilmuan dan penamaan berubah menjadi ks.
Huruf
f dan v, walaupun dalam bahasa Indonesia kedua - duanya dibunyikan sama : [of]
tak bersuara, tetap dipakai secara berbeda. Kata - kata asing yang diucapkan
[of] tak bersuara oleh pemakai bahasa asing yang bersangkutan dilambangkan
dengan huruf f dalam bahasa Indonesia, sedangkan yang diucapkan [av] bersuara
oleh pemakai bahasa asing yang bersangkutan dilambangkan v. Jadi, kata - kata
asing seperti : factor, fossil, physiology, spectrograph, television, dan vacum
diubah menjadi factor, fossil, fisiologi, spektrograf, televisi, dan vakum.
Bunyi
[;z)] pada unsur asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia ditulis sebagaimana
bunyi aslinya, yaitu z. Oleh karena itu kata zaman, ijazah, jenazah, izin,
zebra, dan plaza dianggap tepatdan tidak perlu diganti dengan jaman, ijasah, jenasah,
ijin, sebra, atau plasa (Syafi'i, 1990).
Pengucapan
[ce] dan [ye] sebenarnya sudah digunakan dalam Ejaan Soewandi, tetapi
dilambangkan dengan tj dan j. Contoh : penulisan Rokok Tjap Gudang Garam Djaja.
Dalam Ejaan Soewandi huruf tj berubah menjadi c dalam Ejaan yang Disempurnakan,
sedangkan huruf j berubah menjadi y. Jadi dalam Ejaan yang
Disempurnakanmenambahkan kedua huruf yang berbeda. Dalam Ejaan Soewandi juga
sudah ada huruf j, tetapi dibaca [ye] sedangkan dalam EYD diucapkan [jej].
Dengan demikian tidak ada penambahan huruf j dalam EYD, tetapi pengucapannya
saja yang berbeda bila dibandingkan dengan Ejaan Soewandi. Keputusan tersebut
merupakan hasil realisasi kerja sama antara pemerintahan Indonesia dengan
Malaysia, khususnya dalam pengembangan dan pembinaan kedua bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Melayu.
Beberapa
contoh perbedaan penulisan dalam ejaan van Ophuijsen, ejaan Soewandi, dan ejaan
yang disempurnakan.
Ejaan Van Ophuijsen
|
Ejaan Soewandi
|
Ejaan yang
Disempurnakan
|
Choesoes
|
Chusus
|
Khusus
|
ja’ni
|
Jakni
|
yakni
|
Tjoetji
|
Tjutji
|
cuci
|
Disoemoer
|
disumur
|
Di
sumur
|
Djaoeh
|
Djauh
|
Jauh
|
Pajoeng
|
Pajung
|
payung
|
Boenji
|
Bunji
|
bunyi
|
ma’moer
|
makmur
|
makmur
|
Djoem’at
|
Djum’at
|
Jum’at
|
Selain
adanya penambahan tujuh huruf dari ejaan Soewandi ke EYD, ada beberapa
perbedaan yang lain, yaitu pada penulisan akhiran asing dan penulisan
singkatan. Beberapa contoh perubahan tersebut seperti tampak dalam tabel
berikut ini.
No.
|
Ejaan Siswandi
|
Ejaan yang
Disempurnakan
|
1.
|
Kordinir
|
Kordinasi
|
2.
|
Legalisir
|
Legalisasi
|
3.
|
Tradisional
|
Tradisional
|
4.
|
Formil
|
Formal
|
5.
|
a/n
|
an.
|
6.
|
s/d
|
s.d.
|
Akan
tetapi, perlu diingat bahwa ada pula kata yang berkhir dengan -il tetapi tidak
perlu diubah sebab memang memiliki makna sendiri dan menjadi bermakna berbeda
apabila diubah dengan -al.
Contohnya,
penulisan "idiil" tetap dipertahankan dan tidak perlu diubah menjadi
"ideal" karena kata "ideal" memiliki makna tersendiri. Kata
"idiil" diambil dari bahasa Belanda "idieel", sedangkan
kata "ideal" diambil dari bahasa Belanda "ideaal". Demikian
juga penggunaan kata "moril" yang tidak perlu diganti dengan
"moral" karena memang dua - duanya memiliki maknanya sendiri -sendiri
serta berasal dari kata yang berbeda pula. Jadi, kedua jenis kata tersebut
tetap bisa digunakan untuk keperluan yang berbeda - beda sesuai dengan makna
katanya (Indradi, 2008).
Penerapan
kedua jenis kata diatas tampak seperti dalam contoh kalimat berikut ini.
1.
Mata pelajaran Pendidikan Moral
Pancasila diajarkan hanya satu semester.
2.
Keberhasilan itu karena dukungan moril
dari ibunya.
3.
Memang sulit untuk mencari presiden yang
ideal dalam situasi seperti ini.
4.
Landasan idiil bangsa kita adalah
Pancasila.
Hal
tersebut serupa dengan kata "sanksi" atau "bank" yang tidak
perlu diubah “sangsi” atau “bang” karena memang keduanya memiliki maknanya
sendiri – sendiri, kecuali dengan pengubahan tersebut tidak mengubah makna
kata.
2.3 Beberapa Kesalahan
Penulisan Ejaan dalam Karya Tulis Ilmiah
Ejaan merupakan suatu aturan yang perlu disepakati dalam
kegiatan tulis-menulis. Ejaan sangat menentukan kemudahan dalam memahami sebuah
naskah. Apabila sebuah tulisan memenuhi ejaan yang telah disepakati, maka akan
memudahkan pembaca dalam memahami isi tek yang dibacanya. Sebaliknya, tulisan
yang ditulis tanpa mengindahkan ejaan, mungkin akan sulit dipahami isinya.
Tanda baca, misalnya, merupakan arti yang sangat penting bagi pembaca. Oleh
karena itu, ejaan perlu diperhatikan dalam penulisan karya tulis ilmiah.
Pada dasarnya ejaan merupakan aturan dalam kegiatan
tulis-menulis. Dengan aturan itu diharapkan terjadi kesalah pahaman dalam
mencerna sebuah tulisan. Dalam bahasa Indonesia, ejaan yang digunakan adalah
ejaan yang disempurnakan (disingkat EYD). Sesuai dengan surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nomer 0543a/U/1987, tanggal 9
September 1987, EYD mencakup 5 pokok aturan penulisan, yaitu pemakaian huruf,
pemakaian huruf capital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca. Dibawah ini disajikan cara penggunaan
sebagian tanda baca.
1. Penulisan
Tanda Baca seperti Koma (,), Titik Koma (;), Titik (.), Tanda Seru (!), Tanda
Tanya (?) dan Tanda Persen (%).
Penulisan
tanda - tanda tersebut ditempatkan rapat dengan kata yang mendahuli (tanda ada
ketukan) dan diberi satu ketuka dengan kata yang mengikuti. Dibawah ini diberikan contoh penulisan yang
salah dan yang benar.
Salah
Sastra
Indonesia, baik yang modern maupun yang
klasik boleh dikatakan berjalan tanpa ada yang menyapa (Samsuri , 1990 : 5).
Mungkin, Indonesiamemang bukan tempat yang “subur” untuk sastra, suatu hal yang
agaknya tidak sejajar dengan ketidakbiasaan masyarakat kita untuk membaca.
Benar
Sastra
Indonesia, baik yang modern maupun yang klasik boleh dikataka sejalan tanpa ada
yang menyapa (Samsuri, 1990:5). Mungkin, Indonesia bukan tempat yang “subur” untuk sastra, suatu
hal yang agaknya tidak sejajar dengan ketidakbiasaan masyarakat kita untuk
membaca.
2. Khusus
Penggunaan Titik (.) pada singkatan, Penanda Ribuan, dan Digital
Untuk penulisan pada
singkatan, penanda ribuan dan digital tidak mengikuti aturan yang tersebut pada bagian dua. Berikut ini
diberikan penulisan yang salah dan yang benar.
Benar
Rp 100.000.000,00
Dr. Andi Kusuma, S.H.
1.2.3 Sejarah Indonesia
Salah
Rp. 100.000.000,00
Dr. Andi Kusuma, S.H.
1.2.3. Sejarah Indonesia
3. Tanda
baca seperti Garis Miring(/), Tanda Hubung (-), Tanda Pisah (-)
Penulisan tanda-tanda tersebut diketik rapat dengan kata
yang mendahului dan kata yang mengikuti. Misalnya sebagai berikut.
Bupati/Wali kota Kepala daerah tingkat II di seluruh
Indonesia wajib menyelenggarakan kegiatan pemasyarakatan bahasa nasional-bahasa
Indonesia sebagai bagian dari upaya pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa.
4. Tanda
Baca seperti Petik Tunggal (‘…’), Tanda Petik Ganda (“…”), dan Tanda Kurung.
Penulisan
tanda-tanda ini ditulis rapat dengan bagian yang diapiti.
Contoh :
Salah
Makna dan hakikat pembangunan
nasional sebagaimana yang diamanatkan di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN ) 1993 secara harfiah dinyatakan
seperti berikut ini.
“Pembangunan nasional merupakan
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mewujudkan tujuan nasional
yang termaktup dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mecerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial “(Tap MPR No.II / 1993 ).
Benar
Makna dan hakikat
pembangunan nasional sebagaimana yang diamanatkan di dalam Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) 1993 secara harfiah dinyatakan seperti berikut ini.
“Pembangunan nasional merupakan
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mewujudkan tujuan
nasional yang termaktup dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mecerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” (Tab MPR No.II/1993).
5. Operasi Matematika seperti Tanda (x), Tanda Bagi(:),
Tanda Tambah (+), Tanda Sama Dengan (=), Tanda Lebih Kecil (<), Tanda Lebih
Besar (>).
Penulisan tanda-tanda
ini diketikdengan diberi jarak satu
ketukan dan angka yang mengikuti.
Contoh :
Salah
|
Benar
|
a+b+c=(a+b)+c
|
a
+ b + c = ( a + b) + c
|
2ax2b=2(ab)
|
2a
x 2b = 2 ( ab )
|
x<0
atau y>0
|
x
< 0 atau y > 0
|
x:y=d
|
x
: y = d
|
c=0,05
|
c
= 0,05
|
100%
|
100
%
|
6. Penulisan
Huruf
Kesalahan yang
paling sering terjadi pada penulisan huruf adalah penggunaan jenis huruf secara
tidak proporsional (terbalik): yang seharusnya dituliskan dengan huruf capital
diganti dengan huruf kecil atau sebaliknya.
Contoh :
Baku Subbaku
dr. Kartina Daratista Dr. Kartina Daratista/
DR.
Kartina Daratista
Dr. Suparno DR.
Suparno/
DR.
SUPARNO
Mustahjib, Ph.D. Mustahjib, PH.d.
a.
n. Ketua STIE A.n.
Ketua STIE
A.
N. Ketua STIE
A/n
Ketua STIE
tulisan Anda tulisan
anda
sebagai
rektor sebagai
Rektor
7. Penulisan
Data
Kesalahan
penulisan kata dapat dibedakan atas beb erapa kategori. Kategori pertama adalah
kesalahan dalam bentuk penulisan berjarak antar huruf dalam suatu kata seperti
contoh-contoh berikut.
Baku Subbaku
SURAT TUGAS S U R AT T UG A S
REKOMENDASI REKOMENDASI
Kategori kedua
adalah kesalahan penulisan kata depan yang dirapatkan dengan kata keterangan,
seperti contoh berikut.
Baku Subbaku
di sini tersedia disini
tersedia
ke luar negeri keluar
negeri
di samping itu disamping
itu
di mana saja dimana
saja
Kategori
kesalahan berikutnya adalah penulisan bentukan kata dan/atau kata gabung,
seperti contoh berikut.
Baku Subbaku
antarsuku antar
suku
mahaadil maha
adil
nonformal non
formal
non-formal
Non- Indonesia non
Indonesia
8. Penggunaan Jarak (
Ketukan Spasi Penulisan)
Tanda – tanda titik (.), titik dua (:), titik koma (;),
tanda Tanya (?), dan tanda seru (!) seharusnya diketik rapat dengan huruf yang
mendahuluinya dan berjarak satu ketukan. Namun, dalam terapan tanda – tanda itu
diketik berjarak lebih dari satu ketukan (spasi), seperti contoh – contoh
berikut.
Baku :
Mereka sudah mengetahui hal itu.
Subbaku : Mereka sudah mengetahui hal itu .
Baku : Ada
lima barang: kursi, meja, …
Subbaku : Ada lima barang : kursi , meja , …
Baku : Dia
berang; tidak bisa percaya …
Subbaku : Dia berang ; tidak bias percaya …
Baku :
Mengapa begitu?
Silakan duduk!
Kemeja, jaket, jas, dan …
Subbaku :
Mengapa begitu ?
Silakan duduk !
Kemeja , jaket , jas
dan …
Baku : 1.
Ketuhanan yang mahaesa.
Subbaku : 1 .
Ketuhanan yang maha esa .
Baku : …
terdiri atas berikut:
Subbaku : … terdiri atas berikut
Baku : a.
pasar tradisional yang … ,
Subbaku : a . Pasar tradisional yang … .
Baku : b.
pasar modern dengan … ; dan
Subbaku : b . Pasar modern dengan … .
Baku :
c. pasar tradisional.
Marhatun, S.H., M.S.
Subbaku :
C . Pasar tradisional.
Marhatun, SH,MS.
Tanda kurung, tanda hubung, dan garis miring dituliskan
serangkai dengan huruf atau tanda baca
yang berdekatan. Tanda kurung dirangkaikan dengan huruf atau tanda baca yang
dikurung sebagaimana terlihat pada contoh – contoh berikut.
Baku :
Rp5.000,00 (lima ribu rupiah)
Subbaku : Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah)
Baku : Nilai rata-rata (rerata)
Subbaku
: Nilai rata – rata (rerata)
Baku : Berlaku untuk semua/sebagian
Subbaku
: Berlaku untuk semua / sebagian
9. Penulisan
Rujukan/Kutipan
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh penulis karya
tulis ilmiah adalah kejujuran ilmiah. Artinya, pengakuan objektif terhadap
pemanfaatan segala bentuk sumber informasi dan /atau sumber data lainnya yang
diperlukan untuk penyusunan tulis ilmiah tersebut tidak perlu ditutup - tutupi
atau diingkari. Secara ilmiah, sah dan terhormat apabila penulis mengambil dan
/ atau meminjam pendapat orang laen, terutama yang terkait dengan otoritas
keilmuan.
Merujuk atau mengutip pendapat orang lain dapat dilakukan
dengan dua teknik, yaitu teknik langsung dan teknik tidak langsung, dalam
perujukan / pengutipan langsung, beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan.
1. Kutipan
yang berisi kurang dari 40 buah kata ditulis diantara tanda kutip (“…”) sebagai
bagian yang terpadu dalam teks diikuti nama penulis (kata terakir), tahun, dan
nomer halaman sumber. Nama penulis dapat juga dituliskan terpadu dalam teks
sebelum pernyataan pendapatnya.
Contoh :
a. Simpulan
dari penelitian tersebut adalah “terdapat hubungan yang signifikan antara
faktor belajar” (Soebronto, 1990.123).
b. Soebronto
(1990:123) menyimpulkan “terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
sosial ekonomi dan kemajuan belajar”.
2. Kutipan
yang berisi 40 buah kata atau lebih ditulis tanpa tanda kutipsecara terpisah
dari teksyang mendahului, ditulis 1,2 sentimeter dari garis tepi kiri dan
kanan, dan diketik dengan spasi tunggal.
3. Apabila
dalam mengutip langsung terdapat bagian-bagian yang dihilangkan, maka
bagian-bagian yang dihilangkan tersebut diganti dengan tiga titik.
Kutipan yang disebut secara tidak
langsung atau dikemukakan kembali dengan bahasa penulis, ditulis dengan tanda
kutip dan terpadu dengan teks.
Contoh :
Asim (1995:23) tidak menduga bahwa daya
nalar mahasiswa tahun ketiga lebih baik daripada mahasiswa tahun keempat.
Bagaimana jika pendapat tersebut didapatkan dari buku atau
sumber informasi yang ditulis oleh
negara lain, tidak dari penulis aslinya. Untuk hal yang demikian, secara ilmiah
penulis berkewajiban untuk mengemukakan secara objektif sebagaimana contoh di
bawah ini.
Contoh :
Syafi’ie (dalam Suparno,
dkk.,1994:60-61) menyatakan bahwa ragam bahasa ilmiah memiliki ciri penanda
yang berbeda dengan ragam keseharian dan ragam sastra.
10. Penulisan
Daftar Pustaka
Berikut ini dikemukakan
sejumlah contoh penulisn daftar pustakayang terdri atas berbagai jenis sumber
informasi yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara konkret.
Contoh :
Tunggal, Amin Wijaja. 1993. Manajemen:
Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Pannen, Paulina dan Purwanto. 2001. Penulisan
Bahan Ajar. Jakarta: P2UT Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Suparno, dkk. 1994. Bahasa Indonesia
Keilmuan. Malang: Seksi Kajian Bahasa dan Seni FPBS IKIP Malang.
Widi, Nugroho (Eds.). 1997. Informasi
Kredit Usaha Kecil. Jakarta: Pustaka Binawan Pressindo.
Hanafr. 1989. Partisipasi dalam Siaran
Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi. Forum Penelitian, 1 (1) 33-47.
Suryadarma, S.C. 1990. Prosesor dan
Interface: Komunikasi Data. Info Komputer, IV (4): 46-58.
Mardiatmadja, BS. 17 Mei 2003. RUU
Sisdiknas Menuju Diktator?. Kompas, hlm. 4. Surya. 12 Mei 2003.
Segera Benahi Sektor Riil, hlm. 21.
Pangaribuan, T. 1992. Perkembangan
Kompetensi Kewacanaan Pembelajaran Bahasa Inggris di LPTK. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang.
Huda, N. 1991.: Penulisan Laporan
Penelitian untuk Jurnal. Makalah disajikan dalam Lokakarya Penelitian Dosen
PTN/PTS di Malang Angkatan XIV, Pusat Penelitian IKIP Malang, Malang, 12 Juk
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal
Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Jilid
5, No. 4, (http://www.malang.ac.id,
diakses 20 Januari 2003).

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia dimulai
dari Ejaan van Ophuijsen hingga Ejaan yang disempurnakan, yang sampai saat ini
masih digunakan sebagai pedoman dalam panulisan karya tulis.
3.2 Saran
Hendaknya masyarakat
Indonesia lebih memahami penulisan ejaan bahasa Indonesia dengan baik, agar
tidak mengalami kesalahan-kesalahan dalam penulisan karya tulis.
DAFTAR RUJUKAN
Setiawan, eti.2000.Bahasa
Indonesia Keilmuan.Malang:Surya Pena Gemilang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar